BUKITTINGGI - WaliKota Bukittinggi Erman Safar mendukung Seminar Nasional bertajuk "Menolak Lupa Peran Bukittinggi dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia", yang akan digelar di Istana Bung Hatta, pada 19 Desember 2022 bertepatan dengan Hari Bela Negara.
Dukungan itu disampaikan wali kota kepada Plt Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Barat Suprapto Sastro Atmojo, saat bersilaturahmi di rumah dinas wali kota, Belakang Balok Bukittinggi, Senin (22/8/2022).
Erman Safar mengatakan masyarakat mengenal kota Bukittinggi sebagai kota wisata. Padahal kota ini memiliki nilai sejarah sejak zaman Belanda hingga masa pergerakan kemerdekaan.
Peran Bukittinggi dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, kata wali kota, merupakan tema yang tepat untuk diangkat dalam seminar nasional.
"Sejarah mencatat bahwa Bukittinggi pernah menjadi ibu kota negara, " ungkap wali kota, didampingi Kepala Dinas Kominfo Erwin Umar dan Kabid Humas Ramon.
Wali kota mengakui, dirinya gemar membaca sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, termasuk peran Bukittinggi dalam pergulatan memperebutkan kemerdekaan.
Baca juga:
Sertifikat GOR Pakansari Akhirnya Selesai
|
Sementara itu, Plt Ketua PWI Suprapto mengatakan, seminar nasional ini memiliki urgensi yang sangat kuat.
Seminar ini, katanya, mendudukkan nilai sejarah kepada kaum milenial agar mereka memahami, bahwa tanpa peran Bukittinggi dalam pergerakan kemerdekaan, negara Indonesia tidak ada dalam peta dunia.
"Harus diakui, dengan ditunjuknya Bukittinggi sebagai ibu kota negara, kedaulatan Indonesia bisa dipertahankan, " ungkap Mas Prapto - sapaan akrabnya - didampingi Ketua PWI Bukittinggi Anasrul.
Ia menegaskan, warga Bukittinggi dan Agam sebaiknya lebih menguasai sejarah kampung halamannya dan bukan sebaliknya, bertanya kepada orang luar daerah tentang Bukittinggi.
Ketua PWI Bukittinggi Anasrul mengatakan, peserta seminar ini diprioritaskan kepada dosen, guru SLTP dan SLTA yang mengampu ilmu sejarah.
"Tujuannya, agar sejarah peran Bukittinggi dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dapat dipahami oleh kaum milenial, " pungkasnya. (*)